Sabtu, 10 Oktober 2015

30 Hari Menciptakan Peluang


Saya adalah seorang kontes menulis hunter. Hal itu bisa dilihat pada postingan blog saya yang mayoritas isinya kontes. Matre ya? Emang! Hehe.. Sebenarnya, alasan saya ikut kontes menulis adalah karena ingin mengetahui, segimana sih level kemampuan menulis saya. Apakah ada peningkatan setelah saya mencoba bertekun menulis? 

Saya mulai terjun ke dunia perlombaan tahun 2014 kemarin. Awalnya, saya berusaha ikut lomba sebanyak-banyaknya. Pokoknya yang penting jadi, terus kirim. Terus, tiap pengumuman dengan pedenya saya berharap menang. Akhirnya, kecewa melulu yang saya dapatkan. Tapi, dengan terus kalah itu saya sadar, kemampuan saya nggak ada apa-apanya. Jadi berubahlah mindset saya untuk ikutan lomba dari mengharapkan kemenangan menjadi ajang belajar menulis.

Ritme dalam mengikuti lomba juga saya ubah. Saya nggak berusaha lagi untuk mengikuti lomba sebanyak-banyaknya. Saya lebih fokus gimana caranya menghasilkan tulisan yang bagus. Apalagi waktu yang dimiliki untuk menulis memang tak banyak. Akhirnya, untuk menyelesaikan 1 artikel lomba saya membutuhkan waktu sekitar satu bulan.  Lama ya? Ya emang begitu, soalnya dalam sehari saya cuma punya waktu 30 menit untuk menulis. Menurut saya, biar sedikit yang penting rutin deh. wong nulis 30 menit sehari aja, urusan rumah kadang keteteran (senyum manis ke suami).

Saya juga milih-milih sebelum memutuskan untuk ikut lomba (ih! Newbie aja sok banget). Walau hadiahnya gede, saya nggak akan ikut lomba yang temanya bertentangan dengan keyakinan saya. Misalnya lomba tentang/disponsori perbankan riba, anjuran KB, dan hal lain yang bertentangan dengan Islam. Biasanya saya milih tema yang menuntut saya belajar dan banyak baca. Jadi walau nggak dapet hadiah, minimal dapet wawasan deh. 

Nah, setelah memilih lomba yang akan diikuti barulah priode saya menulis yang 30 hari itu dimulai. Pada dasarnya, waktu yang 30 hari itu terdiri dari 3 kegiatan : cari ide dan bahan, penulisan, pengeditan. Untuk cari ide yang orisinil itu nggak mudah, padahal ide yang oke adalah modal dasar tulisan yang bagus. Kadang saya nyari ide di perpustakaan atau toko buku disamping cari ide melalui internet. Setelah tema tulisan ditentukan, barulah saya mengumpulkan bahan pendukung. 

Setelah ide dan bahan terkumpul, fase menulis pun dimulai. Sebelumnya saya sudah mengatakan bahwa saya menulis 30 menit sehari bukan? Sebenarnya saya kurang detail menjelaskanya. Saya mengetik 30 menit sehari sambil menyusui anak saya, si Bagas. Yup, saya mengetik dengan 1 tangan alias 1 jari. Ini salah satu alasan utama kenapa saya perlu waktu lama untuk selesaiin tulisan. Sekali lagi saya katakan, cuma itu waktu yang saya punya. Mungkin ada yang bertanya, kenapa nggak tiap kali menyusui aja ngetiknya biar cepat selesai? Pengenya sih begitu, tapi kasian si Bagas kalau tiap menyusui dicuekin sama emaknya. Jadi, saya batasin untuk nyuri waktu nyusu Bagas 1x sehari aja. Hehe.. Dan berhubung  si Bagas anaknya lasak, terkadang leher saya jadi pegel kalau habis ngetik karena harus memanjangkan leher untuk liat layar laptop yang kehalang kepala dia.

tempat ngetik tulisan ter PW,laptop di kanan-Bagas di kiri
Setelah tulisan rampung, fase pengeditan pun dimulai. Menurut salah satu artikel yang pernah saya baca, sebuah tulisan itu perlu diedit 3 kali : pertama untuk mengedit kesalahan pengetikan dan tanda baca, kedua untuk mengedit penggunaan kata dan keefektifan kalimat, ketiga untuk menilai tulisan secara keseluruhan dan menilai tulisan tersebut dari sudut pandang pembaca. Rempong ya? Tapi saya setuju untuk mengikuti saran artikel tersebut. Untungnya saya punya editor pribadi, si mas suami yang pensiunan blogger. Walaupun dia juga nggak jago-jago banget nulis J, paling nggak dia ngertilah standar tulisan yang bagus itu gimana. Meminta orang lain membaca tulisan kita itu perlu loh, soalnya kita sebagai penulis nggak akan bisa menilai tulisan kita sendiri secara objektif. Dan untungnya, suami nggak basa-basi kalau ngritik tulisan saya. 

Begitulah, setelah nggak ada lagi yang rasanya perlu diedit barulah artikel dikirim. Biasanya sih saya termasuk golongan deadliners. Bukan karena takut dicontek loh, tapi emang tulisanya baru selesai menjelang deadline.
Terus apa dong yang udah didapat dari kontes menulis? Kalo bersifat materi sih belum ada, tapi saya dapet ilmu dan kekebalan hati. Soalnya saking seringnya kalah, saya jadi nggak bete lagi walau nama saya nggak ada di daftar pemenang. Yang bikin saya bete kalau ada yang ngadain lomba, terus nggak ada pemenangnya. Ih! Nggak banget! 

Walaupun kemungkinan menang lomba itu kecil bagi saya, tapi saya tetep ikut. Karena saya percaya bahwa dengan berpartisipasi saya punya dua kemungkinan, menang atau kalah. Tapi kalau nggak ikutan sama sekali sudah pasti saya tak punya peluang menang, bukan? Jadi, ikutan lomba adalah upaya saya untuk menciptakan peluang. Buat kamu yang masih belum pede/males ikutan lomba, yuk ciptakan peluangmu!

Tulisan ini diikutkan Giveaway Cerita di Balik Blog

3 komentar:

  1. Panjang yaaa perjalanan sebuah tulisan. Tapi tetap semangat dan itu bikin salut :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu karena jiwa matrenya mengalahkan malasnya mbak..haha

      Hapus
  2. Terima kasih ya Mba sudah ikutan GA ini, good luck :)

    BalasHapus