Senin, 04 Mei 2015

Cooking with Soul (edisi #CurhatanRasa)

‘Memasak itu gampang, tinggal siapin bahan terus ikutin resep’. Begitu pikiran saya dulu soal kegiatan masak-memasak. ‘Dulu’ yang saya maksudkan disini adalah ketika saya baru menikah dan menjadi ibu rumah tangga full time. Setelah saya mulai memasak, barulah saya sadari bahwa pendapat saya yang menggampangkan kegiatan memasak itu salah besar. Walaupun saya sudah berusaha benar-benar mengikuti resep, tetap saja masakan saya tak karuan rasanya.

Disamping karena saya tidak bisa memasak, gagalnya masakan saya mungkin disebabkan  karena perbedaan peralatan dan ukuran bahan yang saya gunakan dengan si pembuat resep. Belum lagi kesalahan timing untuk memasukan bahan ke masakan yang ikut mempengaruhi perbedaan hasil masakan saya. Walaupun misalnya, saya memasukan 3 buah bawang merah seperti yang diinstruksikan resep, belum tentu hasil masakan saya akan seperti resep mengingat ukuran bawang yang beragam. Dan kemudian sayapun menyadari bahwa untuk memahami takaran serta timing tersebut memerlukan satu hal penting, yaitu feeling atau perasaan. Dimana hal itu tidak saya miliki karena kurangnya penghayatan saya pada proses masak-memasak ini.

Karena ketidakmampuan saya memasak, di awal-awal pernikahan, suami harus bersabar dengan tumisan sayur yang bawangnya belum matang, ayam goreng yang luarnya gosong tapi dalamnya mentah, ikan goreng yang dagingnya tercerai-berai gara-gara saya bolak-balik terus, dan gulai yang santanya pecah, keenceran atau kekentalan. Begitu juga dalam proses pembuatan kue, kue-kue bantat dan keras menjadi cemilan ‘biasa’ di rumah kami. Karena hasil yang seringnya mengecewakan itu, kegiatan memasak menjadi hal yang tidak menyenangkan bagi saya.

Ketidakmampuan saya memasak, dilengkapi dengan ketidakmengertian saya untuk memilih bahan masakan yang segar dan bermutu. Jika berbelanja, saya tidak mau repot-repot memilih-milih bahan seperti IRT lainya. Hingga suatu hari saya keracunan masakan saya sendiri. Waktu itu, saya membeli ikan laut di pasar. Saya yang tidak mengerti perbedaan daging ikan segar dengan yang sudah lama itu, membeli ikan yang ada saja tanpa mengecek lagi. Kemudian saya makan siang dengan ikan yang saya masak tersebut. Akibatnya? Kepala saya berdentum-dentum dan seluruh tubuh saya mengeluarkan bercak kemerahan. Saya pun langsung menghubungi suami dan minta diantar ke rumah sakit. Sesampainya di rumah, suami mengecek ikan yang saya masak. Ternyata ikan tersebut sudah tidak bagus lagi alias hampir busuk. Suami saya sampai heran kenapa saya tidak bisa membedakan antara ikan segar dan hampir busuk. Dan yang lebih parah lagi, ketika ikan itu kami berikan ke kucing, kucing pun tidak mau memakanya. 

Semenjak kejadian itu, saya belajar mengenai bahan masakan dan lebih memperhatikan kualitas bahan masakan saya. Apalagi kemudian beredar berita adanya merica palsu. Ya! Benda sekecil itupun dipalsukan pedagang nakal. Biasanya, saya membeli merica tak bermerek yang dibungkus dengan plastik kecil-kecil di pasar. Suatu hari, suami saya berkomentar, ‘kok mericanya ini nggak ada aromanya sih?’ Kalau dipikir-pikir komentar suami saya itu ada benarnya, seharusnyakan merica itu mengeluarkan aroma tajam yang khas. Sayapun memutuskan untuk mencoba membeli merica bermerek di supermarket. Pilihan saya jatuh pada merica cap Koepoe Koepoe karena menurut saya merek Koepoe Koepoe sudah terkenal dan terjamin kualitasnya. Dan ternyata aromanya memang berbeda. Ternyata hasil masakan saya setelah menggunakan merica cap Koepoe Koepoe memiliki aroma dan rasa yang lebih ‘nendang’, dibandingkan sebelumnya. Sejak itu, bumbu-bumbu dapur yang berupa bubuk saya ganti dengan bumbu keluaran merek Koepoe Koepoe. Tidak cuma bumbu dapur, tapi kebutuhan untuk membuat kue pun saya ganti dengan merek Koepoe Koepoe. Apalagi produk Koepoe Koepoe dikemas dengan botol kecil sehingga lebih awet, tidak merepotkan saya untuk menyediakan tempat penyimpanan khusus serta tidak banyak makan tempat di lemari.
stock Koepoe Koepoe andalan

Walaupun saya sering gagal memasak, saya tetap melakukan kegiatan memasak setiap hari. Saya belajar untuk memasak dengan bersungguh-sungguh dan sepenuh hati. Perlahan, perasaan sebal dengan dapur pun menguap. Saya mulai menikmati proses memasak. Saya mulai mengenali aroma bumbu dan tekstur masakan yang matang, serta bentuk adonan kue yang dikatakan mengembang. Saya menikmati kegiatan menghaluskan cabe, memarinasi bahan masakan, menguleni adonan roti, mencampur adonan serta menunggu masakan saya matang. Saya menikmati aroma tumisan, mendengarkan suara gelegak sup yang mendidih, merasakan adonan yang hangat dan mengembang oleh ragi, mengamati adonan yang perlahan-lahan mengembang dan matang di oven. Sayapun merasakan girangnya hati ketika melihat bolu kukus buatan saya mekar sempurna. Itu semua menyadarkan saya betapa asiknya bertekun dalam suatu proses. Mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati, sehingga seolah-olah waktu berhenti.


roll cake
homemade steak
mexican bun/roti boy

Kegiatan memasak yang menyenangkan itu semakin membahagiakan ketika hasil masakan saya dinikmati oleh orang-orang yang saya sayangi. Ketika suami memuji dengan mengatakan bahwa hasil masakan saya ‘uenak tenan’ atau kue buatan saya ‘lembuuut’. Begitu juga dengan anak saya, salah satu momen yang paling berkesan adalah ketika saya berhasil memasak sayur bayam bening dengan rasa yang seger. Kemudian anak saya si Bagas meminum habis kuah sayur buatan saya dan bahkan minta tambah lagi. Hal ini menyadarkan saya bahwa memasak adalah ekspresi cinta saya untuk orang-orang yang saya kasihi.
bagas minum habis kuah sayur bayam

Memasak juga merupakan momen intim antara saya dan suami. Terkadang di hari libur kami memasak bersama atau barbeque-an di rumah. Apalagi kalau kami sedang tidak memiliki budget lebih untuk liburan. Daripada jalan-jalan ke mall nggak tentu arah, lebih baik kami memasak menu yang spesial. Biasanya, sambil menunggu masakan matang, kami dapat mengobrol serta berbagi #CurhatanRasa yang ada di hati. Hal inilah yang menjadi penambah kerekatan kami. Ditambah lagi, dengan cara ini kami bisa menikmati masakan-masakan -yang menurut kami- mewah dengan harga terjangkau.

                                                                                    foto moment masak bareng suami:

bbq-an

in action
                  
kepiting saus padang
udang galah panggang, yummi




           Sekarang, mindset dan pendapat saya soal kegiatan memasak sudah berubah. Sebagian orang mungkin berpendapat memasak sebagai rutinitas yang harus dilakukan semata atau bahkan kegiatan yang menjenuhkan, seperti saya dahulu. Tapi sebenarnya, jika kita mau memberikan usaha dan penghayatan yang lebih, memasukan kreativitas dalam proses memasak, maka menu kita pun akan lebih istimewa dan tidak membosankan. Untuk itu, saya berusaha untuk membuat menu yang variatif setiap harinya dan terus melakukan jelajah rasa agar skill masak saya bertambah. Pada akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa saya bersyukur karena ditempatkan pada suatu kondisi yang mengharuskan saya untuk memasak. Jika tidak, saya tidak akan mengetahui betapa asiknya kegiatan memasak!


happy cooking!