‘Memasak itu gampang,
tinggal siapin bahan terus ikutin resep’. Begitu pikiran saya dulu soal
kegiatan masak-memasak. ‘Dulu’ yang saya maksudkan disini adalah ketika saya
baru menikah dan menjadi ibu rumah tangga full time. Setelah saya mulai memasak,
barulah saya sadari bahwa pendapat saya yang menggampangkan kegiatan memasak
itu salah besar. Walaupun saya sudah berusaha benar-benar mengikuti resep,
tetap saja masakan saya tak karuan rasanya.
Disamping karena saya
tidak bisa memasak, gagalnya masakan saya mungkin disebabkan karena perbedaan peralatan dan ukuran bahan
yang saya gunakan dengan si pembuat resep. Belum lagi kesalahan timing untuk
memasukan bahan ke masakan yang ikut mempengaruhi perbedaan hasil masakan saya.
Walaupun misalnya, saya memasukan 3 buah bawang merah seperti yang
diinstruksikan resep, belum tentu hasil masakan saya akan seperti resep
mengingat ukuran bawang yang beragam. Dan kemudian sayapun menyadari bahwa untuk
memahami takaran serta timing tersebut memerlukan satu hal penting, yaitu
feeling atau perasaan. Dimana hal itu tidak saya miliki karena kurangnya penghayatan
saya pada proses masak-memasak ini.
Karena ketidakmampuan
saya memasak, di awal-awal pernikahan, suami harus bersabar dengan tumisan
sayur yang bawangnya belum matang, ayam goreng yang luarnya gosong tapi
dalamnya mentah, ikan goreng yang dagingnya tercerai-berai gara-gara saya
bolak-balik terus, dan gulai yang santanya pecah, keenceran atau kekentalan.
Begitu juga dalam proses pembuatan kue, kue-kue bantat dan keras menjadi
cemilan ‘biasa’ di rumah kami. Karena hasil yang seringnya mengecewakan itu,
kegiatan memasak menjadi hal yang tidak menyenangkan bagi saya.
Ketidakmampuan saya
memasak, dilengkapi dengan ketidakmengertian saya untuk memilih bahan masakan
yang segar dan bermutu. Jika berbelanja, saya tidak mau repot-repot memilih-milih
bahan seperti IRT lainya. Hingga suatu hari saya keracunan masakan saya sendiri.
Waktu itu, saya membeli ikan laut di pasar. Saya yang tidak mengerti perbedaan
daging ikan segar dengan yang sudah lama itu, membeli ikan yang ada saja tanpa
mengecek lagi. Kemudian saya makan siang dengan ikan yang saya masak tersebut.
Akibatnya? Kepala saya berdentum-dentum dan seluruh tubuh saya mengeluarkan
bercak kemerahan. Saya pun langsung menghubungi suami dan minta diantar ke
rumah sakit. Sesampainya di rumah, suami mengecek ikan yang saya masak.
Ternyata ikan tersebut sudah tidak bagus lagi alias hampir busuk. Suami saya
sampai heran kenapa saya tidak bisa membedakan antara ikan segar dan hampir
busuk. Dan yang lebih parah lagi, ketika ikan itu kami berikan ke kucing, kucing
pun tidak mau memakanya.
Semenjak kejadian itu,
saya belajar mengenai bahan masakan dan lebih memperhatikan kualitas bahan
masakan saya. Apalagi kemudian beredar berita adanya merica palsu. Ya! Benda
sekecil itupun dipalsukan pedagang nakal. Biasanya, saya membeli merica tak
bermerek yang dibungkus dengan plastik kecil-kecil di pasar. Suatu hari, suami
saya berkomentar, ‘kok mericanya ini nggak ada aromanya sih?’ Kalau
dipikir-pikir komentar suami saya itu ada benarnya, seharusnyakan merica itu
mengeluarkan aroma tajam yang khas. Sayapun memutuskan untuk mencoba membeli
merica bermerek di supermarket. Pilihan saya jatuh pada merica cap Koepoe Koepoe karena menurut saya merek Koepoe Koepoe sudah terkenal dan
terjamin kualitasnya. Dan ternyata aromanya memang berbeda. Ternyata hasil
masakan saya setelah menggunakan merica cap Koepoe Koepoe memiliki aroma dan
rasa yang lebih ‘nendang’, dibandingkan sebelumnya. Sejak itu, bumbu-bumbu
dapur yang berupa bubuk saya ganti dengan bumbu keluaran merek Koepoe Koepoe.
Tidak cuma bumbu dapur, tapi kebutuhan untuk membuat kue pun saya ganti dengan
merek Koepoe Koepoe. Apalagi produk Koepoe Koepoe dikemas dengan botol kecil
sehingga lebih awet, tidak merepotkan saya untuk menyediakan tempat penyimpanan
khusus serta tidak banyak makan tempat di lemari.
|
stock Koepoe Koepoe andalan |
Walaupun saya sering
gagal memasak, saya tetap melakukan kegiatan memasak setiap hari. Saya belajar
untuk memasak dengan bersungguh-sungguh dan sepenuh hati. Perlahan, perasaan
sebal dengan dapur pun menguap. Saya mulai menikmati proses memasak. Saya mulai
mengenali aroma bumbu dan tekstur masakan yang matang, serta bentuk adonan kue
yang dikatakan mengembang. Saya menikmati kegiatan menghaluskan cabe,
memarinasi bahan masakan, menguleni adonan roti, mencampur adonan serta
menunggu masakan saya matang. Saya menikmati aroma tumisan, mendengarkan suara
gelegak sup yang mendidih, merasakan adonan yang hangat dan mengembang oleh
ragi, mengamati adonan yang perlahan-lahan mengembang dan matang di oven. Sayapun
merasakan girangnya hati ketika melihat bolu kukus buatan saya mekar sempurna. Itu
semua menyadarkan saya betapa asiknya bertekun dalam suatu proses. Mengerjakan
sesuatu dengan sepenuh hati, sehingga seolah-olah waktu berhenti.
|
roll cake |
|
homemade steak |
|
mexican bun/roti boy |
Kegiatan memasak yang
menyenangkan itu semakin membahagiakan ketika hasil masakan saya dinikmati oleh
orang-orang yang saya sayangi. Ketika suami memuji dengan mengatakan bahwa
hasil masakan saya ‘uenak tenan’ atau kue buatan saya ‘lembuuut’. Begitu juga
dengan anak saya, salah satu momen yang paling berkesan adalah ketika saya
berhasil memasak sayur bayam bening dengan rasa yang seger. Kemudian anak saya
si Bagas meminum habis kuah sayur buatan saya dan bahkan minta tambah lagi. Hal
ini menyadarkan saya bahwa memasak adalah ekspresi cinta saya untuk orang-orang
yang saya kasihi.
|
bagas minum habis kuah sayur bayam |
Memasak juga merupakan
momen intim antara saya dan suami. Terkadang di hari libur kami memasak bersama
atau barbeque-an di rumah. Apalagi kalau kami sedang tidak memiliki budget
lebih untuk liburan. Daripada jalan-jalan ke mall nggak tentu arah, lebih baik
kami memasak menu yang spesial. Biasanya, sambil menunggu masakan matang, kami
dapat mengobrol serta berbagi #CurhatanRasa yang ada di hati. Hal inilah yang menjadi
penambah kerekatan kami. Ditambah lagi, dengan cara ini kami bisa menikmati
masakan-masakan -yang menurut kami- mewah dengan harga terjangkau.
foto moment masak bareng suami:
|
bbq-an |
|
in action |
|
kepiting saus padang |
|
udang galah panggang, yummi |
Sekarang, mindset dan
pendapat saya soal kegiatan memasak sudah berubah. Sebagian orang mungkin berpendapat
memasak sebagai rutinitas yang harus dilakukan semata atau bahkan kegiatan yang
menjenuhkan, seperti saya dahulu. Tapi sebenarnya, jika kita mau memberikan
usaha dan penghayatan yang lebih, memasukan kreativitas dalam proses memasak,
maka menu kita pun akan lebih istimewa dan tidak membosankan. Untuk itu, saya
berusaha untuk membuat menu yang variatif setiap harinya dan terus melakukan
jelajah rasa agar skill masak saya bertambah. Pada akhirnya, saya ingin mengatakan
bahwa saya bersyukur karena ditempatkan pada suatu kondisi yang mengharuskan
saya untuk memasak. Jika tidak, saya tidak akan mengetahui betapa asiknya
kegiatan memasak!
|
happy cooking! |